PERBEDAAN HASIL BELAJAR BIOLOGI MENGGUNAKAN MEDIA PETA
KONSEP DAN MEDIA AUDIO VISUAL
PADA MATERI POKOK SISTEM
PEREDARAN
DARAH MANUSIA DI
KELAS
XI SMA N 2 MEDAN T.P
2009/2010
Oleh :
Pandu Prabowo
NIM 0510310868
Program Studi Pendidikan Biologi
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi
Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2009
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan di Indonesia saat
ini masih dapat kita lihat sedang diliputi oleh
masalah besar, meliputi : 1). Mutu pendidikan yang
dinilai masih rendah, 2). Sistem pembelajaran yang belum memadai dan 3).
Krisis moral yang masih melanda masyarakat Indonesia(Ginting,2006)
Perkembangan pendidikan di zaman
yang sudah modern seperti sekarang ini menuntut siswa agar belajar lebih giat
lagi. Baik tidaknya mutu pendidikan dapat kita lihat dari prestasi belajar yang
diperoleh anak mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Pemerintah
telah melakukan berbagai usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan, salah satu
diantaranya adalah memperbaiki sarana dan prasarana pendidikan. Baik tidaknya
prestasi belajar yang diperoleh siswa dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
salah satu diantaranya adalah faktor media belajar yang digunakan untuk
menambah ketertarikan dan minat belajar siswa serta memperjelas materi
pelajaran yang diberi di sekolah.
Penggunaan media belajar merupakan
unsur yang sangat mendukung peningkatan prestasi belajar siswa di sekolah,
dikatakan demikian karena selama ini siswa selalu belajar dengan kondisi apa
adanya dengan penggunaan media yang sederhana yang mereka terima di kelas.
Siswa akan jenuh dan bosan menerima pelajaran bila dari hari kehari menggunakan
media yang sama, mereka hanya akan berkhayal dan berandai–andai atau bercerita
saat melihat papan tulis yang dihiasi kapur dan guru yang mengoceh di depan
mereka, apalagi siswa yang duduk di bangku paling belakang, mereka akan
bercerita di belakang saat guru menjelaskan di papan tulis karena mereka tidak
tertarik dengan pelajaran. Untuk
itulah perlu dicari solusi untuk membuat mereka menjadi tertarik dan
bersemangat saat pelajaran diberikan(Ginting,2006).
Sistem
serta sarana dan prasarana yang kuranglah yang menjadikan siswa menjadi jenuh
dan bosan, sehingga pendidikan di Indonesia semakin terpuruk. Seperti dalam
Harian Umum Pelita Edisi 2009, Rabu 15 Juli diberitahukan bahwa Dirjen Dikti
Satryo Soemantri Brodjonegoro dalam temu muka bersama Perhimpunan Pelajar
Indonesia (PPI) Prancis di Paris pun mengakui bahwa posisi Pendidikan di
Indonesia masih kurang di kawasan Asia. Menurut Satryo Pendidikan Indonesia
sudah mengarah ke posisi ideal dalam tingkat dunia, juga posisi di Asia cukup
bersaing hanya saja kondisinya belum optimal, masih banyak infrastruktur,
sarana, dan prasarana yang belum dibenahi. Penilaian tersebut merupakan hasil
survei Badan UNESCO PBB. Dikatakan oleh UNESCO kualitas pendidikan Indonesia di
Asia masih kurang, walaupun sudah mengalami peningkatan sejak tahun 2001 s/d
2008. Dari 193 negara anggota UNESCO, posisi kualitas Pendidikan Indonesia
berada pada tingkat menengah ke atas (http://www.pelita.or.id.
Diakses tanggal 20/07/09)
Hal
inilah yang menjadi indikator, bahwa masih perlu dilakukan berbagai usaha untuk
meningkatkan mutu pendidikan. Salah satu komponen yang menentukan untuk
terjadinya proses belajar adalah guru dan strategi mengajar yang digunakanya. Guru
juga berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial. Oleh
karena itu guru berperan aktif menempatkan kedudukan sebagai tenaga
professional sesuai dengan tuntutan masyarakat yang semakin berkembang. Guru
harus senantiasa menggunakan segala upaya termasuk menggunakan keterampilan
yang dimilikinya, salah satu dari keterampilan itu adalah penggunaan media
dalam pembelajaran saat mengajar.
Hal lain yang perlu diperhatikan
oleh guru adalah tantangan global teknologi komputer, tantangan kedepan yang
akan dihadapi oleh guru makin berat, guru juga akan ketinggalan apabila tidak
mampu beradaptasi terhadap zaman yang sudah modern seperti sekarang ini. Apabila
murid lebih pintar dari guru pasti guru itu sendiri pun akan merasa malu,
bukanya suatu hal yang perlu dibanggakan karena muridnya pintar dan menguasai
teknologi lalu gurunya masa bodoh, tetapi hal ini menjadi indikator yang menunjukkan
bahwa guru pun masih ketinggalan dibandingkan muridnya sendiri. Sebagai usaha
untuk meningkatkan mutu pendidikan, maka guru pun mau tidak mau harus belajar
lagi, harus berubah. Masih banyak guru yang kurang dalam hal penguasaan IPTEK
Komputer, seperti dalam Harian Analisa edisi Rabu, 22 Juli 2009:20-22
diberitahukan bahwa dalam hasil KTI (Karya Tulis Ilmiah) yang diselenggarakan
oleh LPMP (Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan) Propinsi diberbagai daerah
Indonesia ternyata tidak semudah dan seindah yang dibayangkan. Hasil uji coba
yang pertama menunjukkan data banyak guru masih enggan mengikuti proses
pembelajaran dengan sarana komputer dan internet karena beragam alasan, yang
paling dominan adalah ketidakmampuan mengoperasikan komputer apalagi internet.
Ironi, tetapi itulah kenyataan di lapangan.
Oleh karena itu, untuk mendukung perkembangan mutu pendidikan maka guru pun
harus mampu memanfaatkan teknologi pendidikan. Seperti teknologi komputer yang
paling berpotensi untuk dijadikan senjata andalan guru dalam proses
pembelajaran yaitu sebagai media pembelajaran. Apabila guru telah mampu
menguasai teknologi komputer seperti yang diharapkan, maka dapat dipastikan
kualitas mutu pendidikan di Indonesia pasti akan maju dan berkembang (Damanik
dalam Harian Analisa, 2009:20-22).
Banyak
Sekolah telah menerapkan pemakaian media dalam Proses Kegiatan Belajar Mengajar.
Namun penggunaan media tersebut hanya pada sebatas pada media yang sederhana
seperti penggunaan Charta, Media Gambar atau skema sederhana seperti Peta
Konsep dan penggunaan media tersebut hanya sebatas apabila diperlukan sesuai
dengan kebutuhan proses pembelajaran seperti hanya saat kegiatan diskusi atau
dalam kerja kelompok.
Seperti pengalaman penulis sendiri
ketika melaksanakan PPL, pada saat mengajar menggunakan media visual sederhana
seperti peta konsep, hasilnya masih belum memuaskan, karena masih ada juga
siswa yang tidak konsentrasi memperhatikan saat penulis mengajar didepan kelas
dengan menggunakan media peta konsep. Ketika diadakan tes ulangan materi yang
disampaikan dengan menggunakan media peta konsep tersebut, hasilnya masih belum
memuaskan karena masih ada juga beberapa siswa yang hasil tes nya dibawah rata
– rata.
Bila dilihat dari hasil tersebut maka
belum dapat dipastikan apakah penggunaan media peta konsep benar – benar
efektif untuk dipakai dalam proses pembelajaran atau tidak. Perlu dipastikan atau dicari solusi untuk
memastikannya.
Penulis
kemudian mendapat solusi untuk memecahkan masalah tersebut. Perlu dicari
alternatif lain untuk dapat meningkatkan minat belajar siswa sehingga juga
dapat meningkatkan prestasi hasil belajarnya. Di zaman yang sudah modern
seperti sekarang ini perlu strategi penggunaan media dalam pembelajaran yang
lebih menarik dan lebih dapat meningkatkan minat belajar siswa agar tidak bosan
dan merasa jenuh sehingga siswa akan belajar dengan penuh semangat.
Penggunaan
media yang lebih modern dan menarik seperti media Audio-Visual dapat menjadi
satu alternatif solusi pemecahan masalah. Penggunaan Media Audio-Visual dinilai
lebih efektif dalam keberhasilan belajar siswa. Efektivitas penggunaan media
Audio-Visual sudah terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Seperti
yang dikemukakan oleh Ginting (2006:34) dalam skripsinya yang berjudul “Efektivitas
Penggunaan Media Audio-Visual Terhadap Keberhasilan Belajar Siswa SMA N 2
Kabanjahe” bahwa hasil belajar siswa dengan menggunakan media audio-visual
lebih efektif daripada hasil belajar siswa yang tanpa menggunakan media audio-visual.
Dengan
kata lain, penggunaan media audio-visual dapat meningkatkan hasil belajar siswa
dan dapat menjadi alternatif pemecahan masalah diatas.
Bertolak
dari apa yang telah dijelaskan diatas, Penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul : Perbedaan Hasil Belajar Biologi Siswa
Menggunakan Media Peta Konsep dan Media Audio-Visual Pada Materi Pokok Sistem
Peredaran Darah Manusia di Kelas XI SMAN 2 Medan T.P. 2009/2010.
1.2 Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, penulis dapat
mengidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut :
- Apakah ada perbedaan hasil belajar siswa dengan
penggunaan media audio-visual dengan penggunaan media peta konsep dalam
mengikuti pelajaran.
- Apakah pengajaran dengan penggunaan media
audio-visual dapat memberikan hasil belajar siswa yang lebih baik daripada
hasil belajar siswa yang pengajaranya menggunakan media peta konsep.
1.3 Pembatasan Masalah
Media dalam pendidikan sangat luas jangkauannya, dan terus berkembang
seiring dengan perkembangan zaman. Dimana untuk setiap jenis bidang studi atau
kejuruan, media yang digunakan sangat berbeda–beda dan juga cara penggunaanya. Ada media visual seperti
gambar/foto, charta, peta konsep, transparansi dan lain–lain. Ada media audio seperti radio, tape recorder
serta ada juga media audio-visual seperti televisi, proyektor (LCD), OHP, dan
komputer.
Berdasarkan pada penjelasan
diatas, pada penelitian ini akan digunakan media visual yaitu peta konsep dan
media audio-visual yaitu komputer dan proyektor (LCD).
Untuk itu dalam penelitian ini
hanya akan membahas perbedaan hasil belajar siswa dengan menggunakan media peta
konsep dan media audio-visual (Komputer dan LCD proyektor) pada materi pokok sistem
peredaran darah manusia dikelas XI SMA N 2
Medan T.P.2009/2010.
1.4 Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
- Bagaimanakah
perbedaan hasil belajar biologi siswa setelah diberikan pengajaran dengan
menggunakan media peta konsep dan menggunakan media audio-visual pada
materi pokok sistem peredaran darah
manusia di kelas XI SMA N 2 Medan.
- Bagaimanakah
hasil belajar siswa terhadap penggunaan media peta konsep.
- Bagaimanakah hasil belajar siswa terhadap
penggunaan media audio-visual
1.5 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini
adalah :
- Mengetahui
perbedaan hasil belajar biologi siswa setelah diberikan pengajaran dengan
menggunakan media peta konsep dan menggunakan media audio-visual pada
materi pokok sistem peredaran darah
manusia di kelas XI SMA N 2 Medan.
- Mengetahui
hasil belajar siswa dengan menggunakan media peta konsep.
- Mengetahui hasil belajar siswa dengan menggunakan
media audio-visual .
1.6 Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat
penelitian ini adalah :
- Sebagai informasi kepada guru tentang penggunaan
media visual dan audio-visual
- Sebagai bekal bagi peneliti untuk mempersiapkan
diri menjadi guru yang mampu meningkatkan kualitas pembelajaran.
- Memberi masukan dan solusi bagi guru Biologi dalam
memecahkan permasalahan pembelajaran Biologi.
- Memberikan masukan dan informasi bagi peneliti
lainnya yang ada hubunganya dengan masalah penelitian ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kerangka Teoritis
2.1.1 Pengertian Belajar
Belajar
merupakan masalah yang paling mendasar dan aktual bagi setiap orang. Tanpa belajar seseorang
tidak akan dapat menguasai suatu hal. Belajar dapat mencakup semua hal. Semua hal
perlu dipelajari bahkan sejak lahir. Maka dari itu banyak ahli–ahli membahas
dam menghasilkan teori tentang belajar. Dalam hal ini tidak ada pertentangan
mengenai teori yang dihasilkan, tetapi yang penting adalah pemakaian dan
aplikasi teori yang digunakan di dunia pendidikan.
Menurut Slameto (1987:2) “belajar
merupakan suatu perubahan yaitu perubahan dalam tingkah laku sebagaj hasil dari
interaksi dengan lingkungan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya”.
Belajar dapat dikatakan sebagai
pengalaman, seperti yang diutarakan oleh Sartin (1979:1) mengatakan bahwa “belajar
ditunjukkan dengan suatu perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman”. Selain itu ahli–ahli lainnya memberikan konsep yang berbeda
mengenai pengertian belajar, Lindgren Surya (1976:1) menemukan bahwa istilah
belajar yang dipergunakan oleh para ahli psikologi mengacu pada perubahan dalam
tingkah laku sebagai hasil latihan atau sejumlah pengalaman dengan lingkungan.
2.1.2 Pengertian Hasil Belajar
Hakekat
dalam aktivitas belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri masing–masing
individu. Perubahan ini nantinya akan mempengaruhi pola fikir individu dalam berbuat dan
bertindak. Perubahan ini merupakan hasil dari pengalaman belajar.
Hasil belajar dikatakan relatif
menetap karena adanya kemungkinan suatu hasil belajar ditiadakan atau
dihapuskan dan digantikan dengan hasil yang baru. Ada kemungkinan hasil belajar terlupakan
(Winkle, 1989:1)
Dari uraian tersebut maka dapat
dipahami mengenai hasil belajar, yaitu kemampuan yang diperoleh setelah
mendapatkan kegiatan belajar yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu
sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar. Program pengajaran dapat dipandang
sebagai usaha mengubah tingkah laku siswa dengan mengubah bahan pengajaran. Tingkah
laku yang diterapkan itu terjadi setelah siswa mempelajari pelajaran tersebut.
Hasil belajarnya dapat berupa pengetahuan, keterampilan, dan perubahan sikap.
Hasil belajar siswa sangat erat
kaitanya dengan tujuan intruksional yang sudah direncanakan guru sebelumnya.
Hal ini juga dipengaruhi oleh kemampuan guru sebagai perancang belajar
mengajar. Tujuan intruksional dapat dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dengan demikian tujuan belajar adalah
terjadinya perubahan tingkah laku individu yang belajar dimana perubahan
perilaku tersebut merupakan perubahan yang bersifat positif.
Hasil belajar bergantung pada apa
yang dipelajari dan faktor–faktor yang mempengaruhi proses belajar. Karena
factor yang mempengaruhi proses belajar tidak pernah sama, sehingga hasil
belajar juga dapat terjadi perbedaan.
Seseorang dapat dikatakan memiliki
prestasi belajar dalam bidang studi biologi yaitu apabila tujuan yang
direncanakan dalam pengajaran tersebut tidak secara kognitif, afektif, dan
psikomotorik seperti yang terlihat dalam diri siswa yang mengikuti interaksi
belajar mengajar.
2.1.3 Belajar Mengajar Proses Perubahan
Individu
Proses belajar mengajar adalah suatu proses yang saling terkait, dan
saling butuh membutuhkan. Menurut (Usman, 1993:1) Belajar adalah suatu
perubahan di dalam keperibadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru
dari reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan keperibadian atau suatu
pengertian. Sedangkan menurut (Sudjana, 1985:2) Belajar adalah proses mereaksi
terhadap suatu situasi yang ada di sekitar individu. Sementara (Gagne dalam
Dahar, 1989) Belajar dapat didefinisikan
sebagai suatu proses di mana suatu berubah perilakunya sebagai akibat
pengalaman. Selanjutnya (Usman dalam Suryosubroto, 2002:10) menyatakan proses
belajar mengajar adalah suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru
dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi
edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.
Jadi dari definisi-definisi di atas tentang pengertian belajar sangatlah
kompleks yakni belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seorang
individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri di mana proses tersebut berupaya mencapai tujuan atau yang
biasa disebut hasil belajar.
Salah
satu pertanda bahwa seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan
tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut baik
perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotorik)
maupun nilai dan sikap (afektif).
Jadi belajar dapat disimpulkan dari definisi di
atas:
a. Belajar
adalah aktifitas yang menghasilkan perubahan pada diri individu yang belajar
baik aktual maupun potensial.
b. Perubahan
itu pada dasarnya berupa didapatkannya kemampuan baru, yang berlaku dalam waktu
yang relatif lama.
c. Perubahan
itu terjadi karena usaha.
d. Perubahan perilakunya sebagai akibat pengalaman
Mengajar merupakan penciptaan
sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Sistem
lingkungan ini terdiri dari komponen-komponen yang saling mempengaruhi, yakni
tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, materi yang diajarkan, jenis kegiatan
yang dilakukan, serta sarana dan prasarana belajar mengajar yang tersedia.
(Sudjana, 1985:4) menyatakan
mengajar pada hakikatnya adalah proses, yakni proses mengatur, mengorganisasi
lingkungan yang ada di sekitar siswa sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong
siswa melakukan proses belajar. Kemudian menjelaskan “mengajar bukanlah
menyampaikan pelajaran, melainkan suatu proses membelajarkan siswa, sehingga
peran serta seorang guru adalah pemimpin belajar (learning manager) dan
fasilitator belajar”.
Sedangkan defenisi lain
mengatakan mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggung jawab
moral. (Usman, 1993:1)
Jadi dari dua definisi di atas
yaitu belajar dan mengajar dapat disimpulkan bahwa pada proses belajar mengajar
terjadi proses interaksi antara siswa dengan guru yang mana dalam prosesnya
meliputi kegiatan guru mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi dan
program tindak lanjut yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai
tujuan tertentu.
Interaksi guru siswa sebagai
makna utama proses pengajaran memegang peran penting untuk mencapai tujuan
pengajaran yang efektif. Mengingat kedudukan siswa sebagai subyek dan sekaligus
juga obyek dalam pengajaran maka inti proses pengajaran tidak lain adalah
kegiatan belajar mengajar siswa mencapai suatu tujuan pengajaran.
2.1.4 Media
2.1.4.1 Pengertian Media
Media berasal dari bahasa latin yaitu “Medius”
yang secara harafiah artinya tengah atau pengantar. Dalam bahasa Arab media
adalah perantara atau pengantar dari pengirim kepada penerima pesan (Arsyad,
1995:1).
Menurut
Romizouski dalam Wibawa dan Farida (1991:2), media adalah pembawa pesan yang
berasal dari suatu sumber pesan ( dapat berupa orang atau benda ) kepada
penerima pesan. Dalam hal ini
siswa dirangsang oleh media untuk menggunakan panca indranya untuk menerima
informasi.
Dalam
proses belajar mengajar, pesan yang disalurkan oleh media dari sumber pesan ke
penerima pesan itu adalah isi pelajaran, dengan kata lain pesan itu adalah isi
pelajaran yang berasal dari kurikulum yang disampaikan oleh guru kepada siswa.
(Wibawa dan Farida, 1991:1).
Media
adalah alat bantu apa saja yang dapat ditangkap indera yang berfungsj sebagai
perantara / sarana / alat untuk proses belajar mengajar (Rohan, 1997:2).
Media
berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari “Medium” yang secara
harfiah berarti “Perantara” atau “Pengantar” yaitu perantara atau pengantar
sumber pesan dengan penerima pesan. Beberapa ahli memberikan definisi tentang
media pembelajaran. Schramm (1977) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah
teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran.
Sementara itu, Briggs (1977) berpendapat bahwa media pembelajaran adalah sarana
fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti : buku, film, video
dan sebagainya. Sedangkan, National Education Associaton (1969) mengungkapkan
bahwa media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun
pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras. Dari ketiga pendapat di
atas disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan
pesan, dapat merangsang fikiran, perasaan, dan kemauan peserta didik sehingga
dapat mendorong terciptanya proses belajar pada diri peserta didik (Sudrajat,
2008:1 dalam http://janggeng.blogspot.com).
Brown (1973) mengungkapkan
bahwa media pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran dapat
mempengaruhi terhadap efektivitas pembelajaran. Pada mulanya, media
pembelajaran hanya berfungsi sebagai alat bantu guru untuk mengajar yang
digunakan adalah alat bantu visual. Sekitar pertengahan abad Ke–20 usaha
pemanfaatan visual dilengkapi dengan digunakannya alat audio, sehingga lahirlah
alat bantu audio-visual. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK), khususnya dalam bidang pendidikan, saat ini penggunaan alat
bantu atau media pembelajaran menjadi semakin luas dan interaktif, seperti
adanya komputer dan internet (Sudrajat, 2008 : 2 dalam
http://janggeng.blogspot.com).
2.1.4.2 Fungsi Media
Media memiliki beberapa
fungsi, diantaranya :
- Media pembelajaran
dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh para peserta
didik. Pengalaman tiap peserta didik berbeda-beda, tergantung dari
faktor-faktor yang menentukan kekayaan pengalaman anak, seperti
ketersediaan buku, kesempatan melancong, dan sebagainya. Media pembelajaran
dapat mengatasi perbedaan tersebut. Jika peserta didik tidak mungkin
dibawa ke obyek langsung yang dipelajari, maka obyeknyalah yang dibawa ke
peserta didik. Obyek dimaksud bisa dalam bentuk nyata, miniatur,
model, maupun bentuk gambar–gambar yang dapat disajikan secara audio
visual dan audial.
- Media pembelajaran
dapat melampaui batasan ruang kelas. Banyak hal yang tidak mungkin dialami
secara langsung di dalam kelas oleh para peserta didik tentang suatu
obyek, yang disebabkan, karena : (a) obyek terlalu besar; (b) obyek
terlalu kecil; (c) obyek yang bergerak terlalu lambat; (d) obyek yang
bergerak terlalu cepat; (e) obyek yang terlalu kompleks; (f) obyek yang
bunyinya terlalu halus; (f) obyek mengandung berbahaya dan resiko tinggi.
Melalui penggunaan media yang tepat, maka semua obyek itu dapat disajikan
kepada peserta didik.
- Media pembelajaran
memungkinkan adanya interaksi langsung antara peserta didik dengan
lingkungannya.
- Media menghasilkan keseragaman pengamatan
- Media dapat
menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit, dan realistis.
- Media membangkitkan keinginan dan minat baru.
- Media
membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar.
- Media memberikan
pengalaman yang integral/menyeluruh dari yang konkrit sampai dengan
abstrak (Sudrajat, 2008:2-3 dalam http://www.janggeng.blogspot.com).
2.1.4.3 Klasifikasi Media
Menurut Suleiman (1985:26–27) klasifikasi
alat–alat atau media audio dan visual adalah sebagai berikut :
1. Media audio/auditif
Yaitu alat–alat yang hanya dapat mengeluarkan/menghasilkan
bunyi atau suara saja. Contoh : Cassete (kaset), tape recorder, dan radio.
2. Media visual
Yaitu
alat–alat yang dapat memperlihatkan rupa atau bentuk, yang kita kenal sebagai
alat peraga. Alat–alat visual atau alat– alat peraga ini terbagi atas :
- Alat–alat
visual dua dimensi
Terbagi atas 2 jenis yaitu :
- Alat–alat dua dimensi pada bidang yang tidak
transparan,
Contoh :
Gambar diatas kertas atau karton, gambar yang diproyeksikan dengan OHP (proyektor sederhana
atau opaque proyektor), lembaran balik,
grafik, diagram, poster, gambar, foto (charta).
- Alat visual
dua dimensi pada bidang yang transparan,
Contoh :
Slide (potongan film atau gambar), lembaran transparan untuk overhead
proyektor.
- Alat–alat tiga dimensi
Disebut tiga dimensi karena
mempunyai ukuran panjang, lebar, dan tinggi.
Contoh : Benda
asli, model, contoh barang atau specimen, alat tiruan sederhana atau mock-up.
Termasuk di dalamnya diorama, pameran, dan bak pasir.
Jadi berdasarkan klasifikasi
Suleiman diatas, alat-alat media visual dibedakan berdasarkan dimensi yang yang
diukur dari panjang,lebar, dan tinggi.
3. Media audio-visual
Yaitu alat–alat yang dapat menghasilkan
rupa dan suara dalam satu unit.
Contoh : film
bersuara dan televisi.
Sementara itu menurut Dzamarah dan Aswan dalam Sri Christin
Ginting (2006:8–9), klasifikasi media dapat dilihat dari daya liputnya dan dari
bahan pembuatanya serta manfaat media dalam proses belajar siswa antara lain
sebagai berikut :
1. Klasifikasi Media dilihat dari
daya liputnya
a. Media dengan daya liput luas dan
serentak
Penggunaan
media ini tidak terbatas oleh tempat dan ruang serta dapat menjangkau jumlah
anak didik yang banyak dalam waktu yang sama. Contoh : Radio dan Televisi .
b. Media dengan daya liput terbatas oleh
ruang dan tempat
Media
dalam penggunaanya membutuhkan ruang dan tempat yang khusus seperti film sound slides yang harus menggunakan tempat
tertutup dan gelap.
c. Media untuk pengajaran individu
Pengajaranya
hanya untuk seorang diri, contoh : Modul berprogram dan pengajaran melalui
komputer.
2. Klasifikasi Media dilihat dari bahan pembuatanya
a. Media sederhana
Bahan dasarnya mudah diperoleh dan harganya murah,
cara pembuatanya mudah dan penggunaanya tidak sulit.
b. Media kompleks
Media yang bahan dan alat pembuatanya sulit
diperoleh serta harganya mahal. Sulit pembuatanya, penggunaanya memerlukan
keterangan yang memadai.
2.1.4.4 Manfaat Media
Menurut Sudjana
dan Rivai dalam Sri Christin Ginting (2006:8), manfaat media dalam proses
belajar siswa adalah :
- Pengajaran
akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi
belajar.
- Bahan
pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat dipahami oleh siswa
dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pengajaran.
- Metode
akan lebih bervariasi, tidak semata–mata berkomunikasi verbal melalui
penuturan kata–kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak
kehabisan tenaga apalagi kalau guru mengajar setiap jam pelajaran.
- Siswa
dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan
uraian guru tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan,
mendemonstrasikan, memerankan, dan lain–lain.
2.1.4.5 Jenis Media
Terdapat
berbagai jenis media belajar, diantaranya:
- Media Visual : grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun,
komik.
- Media Audial : radio, tape recorder, laboratorium
bahasa, dan sejenisnya.
- Projected still media : slide; over head projektor (OHP), in
focus dan sejenisnya .
- Projected motion media : film, televisi, video (VCD,DVD,VTR),
komputer dan sejenisnya (Sudrajat, 2008:3).
2.1.5 Perkembangan Media dalam IPTEK Dunia
Pendidikan
Sejalan dengan perkembangan IPTEK penggunaan media, baik yang bersifat
visual, audial, projected
still media maupun projected motion media bisa dilakukan secara bersama dan
serempak melalui satu alat saja yang disebut Multi Media. Contoh : dewasa ini
penggunaan komputer tidak hanya bersifat projected motion media, namun dapat meramu semua jenis media
yang bersifat interaktif.
Sudrajat mengemukakan tentang hubungan antara media dengan tujuan
pembelajaran, sebagaimana terlihat dalam tabel di bawah ini :
Tabel 2.1 Hubungan antara Media dengan
Tujuan Pembelajaran
Jenis
Media
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
Gambar Diam
|
S
|
T
|
S
|
S
|
R
|
R
|
Gambar Hidup
|
S
|
T
|
T
|
T
|
S
|
S
|
Televisi
|
S
|
S
|
T
|
S
|
R
|
S
|
Obyek Tiga
Dimensi
|
R
|
T
|
R
|
R
|
R
|
R
|
Rekaman Audio
|
S
|
R
|
R
|
S
|
R
|
S
|
Programmed
Instruction
|
S
|
S
|
S
|
T
|
R
|
S
|
Demonstrasi
|
R
|
S
|
R
|
T
|
S
|
S
|
Buku teks
tercetak
|
S
|
R
|
S
|
S
|
R
|
S
|
Keterangan :
R = Rendah S =
Sedang T= Tinggi
1 = Belajar
Informasi faktual
2 = Belajar
pengenalan visual
3 = Belajar
prinsip, konsep dan aturan
4 = Prosedur
belajar
5= Penyampaian keterampilan persepsi motorik
6 = Mengembangkan sikap, opini dan motivasi
Kriteria yang paling utama dalam pemilihan media
bahwa media harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang
ingin dicapai. Contoh : bila tujuan atau kompetensi peserta didik bersifat
menghafalkan kata-kata tentunya media audio yang tepat untuk digunakan. Jika
tujuan atau kompetensi yang dicapai bersifat memahami isi bacaan maka media
cetak yang lebih tepat digunakan. Kalau tujuan pembelajaran bersifat motorik
(gerak dan aktivitas), maka media film dan video bisa digunakan. Di samping
itu, terdapat kriteria lainnya yang bersifat melengkapi (komplementer),
seperti: biaya, ketepatgunaan; keadaan peserta didik; ketersediaan; dan mutu
teknis (Sudrajat, 2008:4 -5).
2.1.6 Penggunaan Media Audio-Visual
Teknologi audio-visual adalah cara untuk
menghasilkan atau menyampaikan materi dengan menggunakan mesin–mesin mekanis
dan elektronik untuk menyajikan pesan–pesan audio dan visual. Dengan alat–alat
audio-visual maka proses komunikasi menjadi lebih efektif.
Alat–alat
audio-visual adalah alat–alat yang “audible” artinya dapat didengar dan alat–alat
yang “visible’ artinya dapat dilihat (Amir Hamzah, 1985:11).
Pengajaran dengan audio-visual jelas
bercirikan pemakaian perangkat keras selama proses belajar, seperti mesin,
proyektor film, tape recorder, dan proyektor visual yang lebar. Jadi pengajaran
melalui audio-visual produksi dan penggunaan materi yang penyerapanya melalui pendengaran dan pandangan serta tidak
seluruhnya tergantung kepada pemahaman kata atau simbol–simbol yang serupa.
Ciri–ciri utama media audio-visual adalah sebagai berikut :
- Biasanya bersifat linear
- Umumnya
meyajikan visual yang dinamis,
- Digunakan
dengan cara yang telah ditetapkan sebelumnya oleh perancang/pembuatnya.
- Merupakan persentasi fisik dari gagasan real atau
gagasan abstrak.
- Dikembangkan menurut prinsip psikologi behviorisme
dan kognitif.
- Umumnya berorientasi kepada guru dengan tingkat
pelibatan interaktif murid yang rendah.
2.1.6.1 Teknik Pengajaran menggunakan Media Audio-Visual
Dalam hal ini terknik pengajaran menggabungkan
beberapa media (multimedia) dalam pembuatan CD. Konsep penggabungan ini dengan
sendirinya memerlukan beberapa jenis peralatan perangkat keras yang masing–masing tetap menjalankan
fungsi utamanya sebagaimana biasanya, dan komputer merupakan pengendali seluruh
peralatan itu. Jenis peralatan itu adalah computer lainnya, video kamera, video
kaset rekorder (VCR), overhead proyektor, multivision (LCD atau sejenisnya), CD
player dan DVD player.
Informasi
yang disajikan melalui multimedia berbentuk dokumen yang hidup, dapat dilihat
dilayar monitor atau ketika diproyeksikan kelayar lebar melalui overhead
proyektor, dan dapat didengar suaranya.
Teknik
pengajaran yang umum digunakan untuk pengajaran bila dikaitkan dengan media
audio-visual saat ini adalah menggunakan slide Power Point yang biasanya
digunakan untuk persentase yang bersifat kontiniu. Dengan membuat tampilan
slide yang dapat ditampilkan secara kontiniu ataupun satu demi satu, dapat
membuat penggunaan program Power Point berbasis komputer lebih efisien untuk
dipakai sebagai bagian dari teknik pengajaran dengan media audio-visual.
Multimedia
berbasis komputer ini sangat menjanjikan untuk penggunaanya dalam bidang
pendidikan. Meskipun saat ini penggunaan media ini masih dianggap mahal, dalam
beberapa tahun mendatang biaya itu semakin rendah dan dapat terjangkau sehingga
dapat digunakan secara meluas di berbagai jenjang sekolah.
2.1.7 Media Visual (Peta Konsep)
2.1.7.1 Pengertian Peta Konsep
Kata “Peta Konsep” berasal dari gabungan dua kata
yang memiliki arti yang berbeda dan membentuk suatu kata baru dan makna baru. Peta Konsep sendiri merupakan
gabungan dari kata “ Peta” dan “Konsep” dimana peta yang memiliki arti yaitu
gambaran permukaan bumi yang baik secara langsung atau tidak langsung
memberikan informasi seperti lokasi suatu daerah, sedangkan konsep memiliki
arti yaitu dasar pemikiran terhadap suatu hal. Sementara itu, peta konsep
sendiri memiliki arti yaitu merupakan gambaran konsep–konsep yang saling
berhubungan satu sama lain dalam konteks materi yang sama. Dengan penggunaan
peta konsep dapat mempermudah dalam proses pemahaman dan pembelajaran terhadap
suatu materi atau konsep tertentu.
Peta konsep merupakan salah
satu bagian dari strategi organisasi. Strategi organisasi bertujuan membantu
pebelajar meningkatkan kebermaknaan bahan-bahan organisasi bertujuan membantu
pebelajar meningkatkan kebermaknaan bahan-bahan baru, terutama dilakukan dengan
mengenakan struktur-struktur pengorganisasian baru pada bahan-bahan tersebut.
Strategi-strategi organisasi dapat terdiri dari pengelompokan ulang ide-ide
atau istilah-istilah atau membagi ide-ide atau istilah-istilah itu menjadi subset
yang lebih kecil. Strategi-strategi ini juga terdiri dari pengidentifikasian
ide-ide atau fakta-fakta kunci dari sekumpulan informasi yang lebih besar
(Anwar Holil, 2008:1).
Salah satu pernyataan dalam
teori Ausubel adalah bahwa faktor yang paling penting yang mempengaruhi
pembelajaran adalah apa yang telah diketahui siswa (pengetahuan awal). Jadi
supaya belajar jadi bermakna, maka konsep baru harus dikaitkan dengan
konsep-konsep yang ada dalam struktur kognitif siswa. Ausubel belum menyediakan
suatu alat atau cara yang sesuai yang digunakan guru untuk mengetahui apa yang
telah diketahui oleh para siswa (Dahar, 2005:149).
Berkenaan dengan itu Novak dan
Gowin (1985) dalam Dahar (2005:149) mengemukakan bahwa cara untuk mengetahui
konsep-konsep yang telah dimiliki siswa, supaya belajar bermakna berlangsung
dapat dilakukan dengan pertolongan peta konsep.
a. Pengertian Konsep
Konsep dapat didefenisikan dengan bermacam-macam rumusan. Salah satunya
adalah defenisi yang dikemukakan Carrol dalam Kardi (1997: 2) bahwa konsep
merupakan suatu abstraksi dari serangkaian pengalaman yang didefinisikan
sebagai suatu kelompok obyek atau kejadian. Abstraksi berarti suatu proses pemusatan perhatian seseorang pada situasi
tertentu dan mengambil elemen-elemen tertentu, serta mengabaikan elemen yang
lain.
Tidak ada satu pun definisi
yang dapat mengungkapkan arti yang kaya dari konsep atau berbagai macam
konsep-konsep yang diperoleh para siswa. Oleh karena itu konsep-konsep itu
merupakan penyajian internal dari sekelompok stimulus, konsep-konsep itu tidak
dapat diamati, dan harus disimpulkan dari perilaku.
Dahar menyatakan bahwa konsep
merupakan dasar untuk berpikir, untuk belajar aturan-aturan dan akhirnya untuk
memecahkan masalah. Dengan demikian konsep itu sangat penting bagi
manusia dalam berpikir dan belajar.
Pemetaan konsep merupakan suatu alternatif selain outlining, dan dalam
beberapa hal lebih efektif daripada outlining dalam mempelajari hal-hal yang
lebih kompleks. Peta konsep
digunakan untuk menyatakan hubungan yang bermakna antara konsep-konsep dalam
bentuk proposisi-proposisi. Proposisi merupakan dua atau lebih konsep yang
dihubungkan oleh kata-kata dalam suatu unit semantik (Novak dalam Dahar 2005:150).
George Posner dan Alan
Rudnitsky dalam Nur (2001:36) menyatakan bahwa peta konsep mirip peta jalan,
namun peta konsep menaruh perhatian pada hubungan antar ide-ide, bukan hubungan
antar tempat. Peta konsep bukan hanya meggambarkan konsep-konsep yang penting
melainkan juga menghubungkan antara konsep-konsep itu. Dalam menghubungkan
konsep-konsep itu dapat digunakan dua prinsip, yaitu diferensiasi progresif dan
penyesuaian integratif. Menurut Ausubel dalam Sutowijoyo (2002:26) diferensiasi
progresif adalah suatu prinsip penyajian materi dari materi yang sulit
dipahami. Sedang penyesuaian integratif adalah suatu prinsip pengintegrasian
informasi baru dengan informasi lama yang telah dipelajari sebelumnya. Oleh
karena itu belajar bermakna lebih mudah berlangsung, jika konsep-konsep baru
dikaitkan dengan konsep yang inklusif.
Untuk membuat suatu peta
konsep, siswa dilatih untuk mengidentifikasi ide-ide kunci yang berhubungan
dengan suatu topik dan menyusun ide-ide tersebut dalam suatu pola logis.
Kadang-kadang peta konsep merupakan diagram hirarki, kadang peta konsep itu
memfokus pada hubungan sebab akibat. Agar pemahaman terhadap peta konsep lebih
jelas, maka Dahar (2005:153) mengemukakan ciri-ciri peta konsep sebagai
berikut:
1) Peta konsep
(pemetaan konsep) adalah suatu cara untuk memperlihatkan konsep-konsep dan
proposisi-proposisi suatu bidang studi, apakah itu bidang studi fisika, kimia,
biologi, matematika dan lain-lain. Dengan membuat sendiri peta konsep siswa
“melihat” bidang studi itu lebih jelas, dan mempelajari bidang studi itu lebih
bermakna.
2) Suatu
peta konsep merupakan suatu gambar dua dimensi dari suatu bidang studi atau
suatu bagian dari bidang studi. Ciri inilah yang memperlihatkan
hubungan-hubungan proposisional antara konsep-konsep. Hal inilah yang
membedakan belajar bermakna dari belajar dengan cara mencatat pelajaran tanpa
memperlihatkan hubungan antara konsep-konsep.
3) Ciri
yang ketiga adalah mengenai cara menyatakan hubungan antara konsep-konsep.
Tidak semua konsep memiliki bobot yang sama. Ini berarti bahwa ada beberapa
konsep yang lebih inklusif dari pada konsep-konsep lain.
4) Ciri keempat adalah hirarki. Bila dua atau
lebih konsep digambarkan di bawah suatu konsep yang lebih inklusif,
terbentuklah suatu hirarki pada peta konsep tersebut. Peta konsep dapat
menunjukkan secara visual berbagai jalan yang dapat ditempuh dalam
menghubungkan pengertian konsep di dalam permasalahanya. Peta konsep yang
dibuat murid dapat membantu guru untuk mengetahui miskonsepsi yang dimiliki
siswa dan untuk memperkuat pemahaman konseptual guru sendiri dan disiplin
ilmunya. Selain itu peta konsep merupakan suatu cara yang baik bagi siswa untuk
memahami dan mengingat sejumlah informasi baru (Arends, 1997: 251).
b. Cara Menyusun Peta Konsep
Banyak cara membuat dan
menyusun peta konsep. Setiap orang memiliki cara dan metode yang berbeda-beda
untuk membuat peta konsep suatu materi. Keberhasilan suatu peta konsep terletak
pada seberapa jauh dalam penguasaan dan pemahaman peta konsep.
Menurut Dahar (2005:154) peta konsep memegang peranan penting dalam
belajar bermakna. Oleh karena itu
siswa hendaknya pandai menyusun peta konsep untuk meyakinkan bahwa siswa telah
belajar bermakna. Langkah-langkah berikut ini dapat diikuti untuk menciptakan
suatu peta konsep.
Langkah 1:
mengidentifikasi ide pokok atau prinsip yang melingkupi sejumlah konsep.
Langkah 2:
mengidentifikasi ide-ide atau konsep-konsep sekunder yang menunjang ide utama.
Langkah 3:
menempatkan ide utama di tengah atau di puncak peta tersebut.
Langkah 4:
mengelompokkan ide-ide sekunder di sekeliling ide utama yang secara visual
menunjukan hubungan ide-ide tersebut dengan ide utama.
Berdasarkan pendapat di atas
dapat dikemukakan langkah-langkah menyusun peta konsep sebagai berikut:
1) Memilih suatu bahan bacaan
2) Menentukan konsep-konsep yang relevan
3)
Mengelompokkan (mengurutkan) konsep-konsep dari yang paling inklusif ke yang
paling tidak inklusif .
4)
Menyusun konsep-konsep tersebut dalam suatu bagan, konsep-konsep yang paling
inklusif diletakkan di bagian atas atau di pusat bagan tersebut. Dalam
menghubungkan konsep-konsep tersebut dihubungkan dengan kata hubung. Misalnya
“merupakan”, “dengan”, “diperoleh”, dan lain-lain.
c. Peta Konsep sebagai Alat Ukur Alternatif.
Tes seperti pilihan ganda yang
selama ini dipandang sebagai alat ukur (uji) keberhasilan siswa dalam menempuh
jenjang pendidikan tertentu, bukanlah satu-satunya alat ukur untuk menentukan
keberhasilan siswa. Tingkat keberhasilan siswa dalam menyerap pengetahuan
sangat beragam, maka diperlukan alat ukur yang beragam. Peta konsep adalah
salah satu bentuk penilaian kinerja yang dapat mengukur siswa dari sisi yang
berbeda. Penilaian kinerja adalah bentuk penilaian yang digunakan untuk menilai
kemampuan dan keterampilan siswa berdasarkan pada pengamatan tingkah lakunya
selama melakukan penilaian terhadap hasil kerja siswa selama kegiatan.
Menurut Tukman dalam
Sutowijoyo (2002:31) penilaian kinerja adalah penilaian yang meliputi hasil dan
proses, yang biasanya menggunakan material atau suatu peralatan (equipment).
Penilaian kinerja dapat digunakan terutama untuk mengukur tujuan pembelajaran
yang tidak dapat diukur dengan baik bila menggunakan tes obyektif. Penilaian
kinerja mengharuskan siswa secara aktif mendemonstrasikan apa yang mereka
ketahui. Yang paling penting, penilaian kinerja dapat memberi motivasi untuk
meningkatkan pengajaran, pemahaman terhadap apa yang mereka perlu ketahui dan
yang dapat mereka kerjakan. Berdasarkan teori belajar kognitif Ausubel, Novak
dan Gowin (1984) dalam Dahar (2005:143) menawarkan skema penilaian yang terdiri
atas: Struktur hirarki, perbedaan progresif, dan rekonsiliasi integratif.
Struktur hirarkis, yaitu
struktur kognitif yang diatur secara hirarki dengan konsep-konsep dan
proposisi-proposisi yang lebih inklusif, lebih umum, superordinat terhadap
konsep-konsep dan proposisi-proposisi yang kurang inklusif dan lebih khusus.
Perbedaan progresif menyatakan bahwa belajar bermakna merupakan proses yang
kontinyu, dimana konsep-konsep baru memperoleh lebih banyak arti dengan bentuk
lebih banyak kaitan-kaitan proporsional. Jadi konsep-konsep tidak pernah tuntas
dipelajari, tetapi selalu dipelajari, dimodifikasi, dan dibuat lebih inklusif. Rekonsiliasi
integratif menyatakan bahwa belajar bermakna akan meningkat bila siswa
menyadari akan perlunya kaitan-kaitan baru antara kumpulan-kumpulan konsep atau
proposisi. Dalam peta konsep, rekonsiliasi integratif ini diperlihatkan dengan
kaitan-kaitan silang antara kumpulan-kumpulan konsep (Dahar,2005:162).
d. Jenis-jenis Peta Konsep.
Menurut Nur (2000) dalam Erman
(2003:24) peta konsep ada empat macam yaitu: pohon jaringan (network tree),
rantai kejadian (events chain), peta konsep siklus (cycle concept map), dan
peta konsep laba-laba (spider concept map).
1) Pohon Jaringan.
Ide-ide pokok dibuat dalam
persegi empat, sedangkan beberapa kata lain dihubungkan oleh garis penghubung. Kata-kata
pada garis penghubung memberikan hubungan antara konsep-konsep. Pada saat
mengkonstruksi suatu pohon jaringan, tulislah topik itu dan daftar
konsep-konsep utama yang berkaitan dengan topik itu. Daftar dan mulailah dengan
menempatkan ide-ide atau konsep-konsep dalam suatu susunan dari umum ke khusus.
Cabangkan konsep-konsep yang
berkaitan itu dari konsep utama dan berikan hubungannya pada garis-garis itu
(Nur dalam Erman 2003:25).
Pohon jaringan cocok digunakan
untuk memvisualisasikan hal-hal yaitu :
- Menunjukan informasi
sebab-akibat
- Suatu hirarki
- Prosedur yang bercabang
Istilah-istilah yang berkaitan yang dapat
digunakan untuk menjelaskan hubungan-hubungan.
2) Rantai Kejadian.
Nur dalam Erman (2003:26)
mengemukakan bahwa peta konsep rantai kejadian dapat digunakan untuk memerikan
suatu urutan kejadian, langkah-langkah dalam suatu prosedur, atau tahap-tahap
dalam suatu proses. Misalnya dalam melakukan eksperimen.
Rantai kejadian cocok
digunakan untuk memvisualisasikan hal-hal yaitu :
- Memerikan tahap-tahap suatu
proses
- Langkah-langkah dalam suatu
prosedur
- Suatu urutan kejadian
3) Peta Konsep Siklus
Dalam peta konsep siklus,
rangkaian kejadian tidak menghasilkan suatu hasil akhir. Kejadian akhir pada
rantai itu menghubungkan kembali ke kejadian awal. Seterusnya kejadian akhir
itu menhubungkan kembali ke kejadian awal siklus itu berulang dengan sendirinya
dan tidak ada akhirnya. Peta konsep siklus cocok diterapkan untuk menunjukan
hubungan bagaimana suatu rangkaian kejadian berinteraksi untuk menghasilkan
suatu kelompok hasil yang berulang-ulang.
4) Peta Konsep Laba-laba
Peta konsep laba-laba dapat
digunakan untuk curah pendapat. Dalam melakukan curah pendapat ide-ide
berasal dari suatu ide sentral, sehingga dapat memperoleh sejumlah besar ide
yang bercampur aduk. Banyak dari ide-ide tersebut berkaitan dengan ide sentral
namun belum tentu jelas hubungannya satu sama lain. Kita dapat memulainya
dengan memisah-misahkan dan mengelompokkan istilah-istilah menurut kaitan tertentu
sehingga istilah itu menjadi lebih berguna dengan menuliskannya di luar konsep
utama.
Peta konsep laba-laba cocok
digunakan untuk memvisualisasikan hal-hal:
a) Tidak menurut hirarki, kecuali berada dalam suatu kategori
b) Kategori yang tidak parallel
c) Hasil curah pendapat (Anwar Holil,2008).
2.1.7.2 Peta Konsep sebagai alat bantu pembelajaran
Sebagai alat pembelajaran,
peta konsep membantu siswa aktif berfikir untuk memusatkan pada sejumlah ide
pokok (berupa konsep-konsep) dari suatu pokok bahasan. Secara rinci Novak dan
Gowin (Zubaidah,1999) menjelaskan penggunaan peta konsep bagi siswa adalah
untuk: (1) mengeksplorasikan apa yang telah diketahui oleh pembelajar; (2)
memberikan arah pembelajaran (seperti peta jalanan); (3) membantu mengekstrasi
arti kerja laboratorium atau studi lapang; (4) membantu membaca materi dari
buku pelajaran; (5) membantu siswa mencapai hasil pembelajaran yang berkualitas
tinggi serta bermakna, karna membantu siswa mengingat informasi dan melihat
keterkaitan antar konsep dan (6) membantu siswa menggabungkan ide yang satu
dengan yang lainnya.
Sebagai alat pembelajaran peta
konsep membantu siswa aktif berfikir untuk memusatkan perhatian pada sejumlah
ide pokok (berupa konsep-konsep) dari suatu pokok bahasan. Peta konsep dapat memberikan semacam
perjalanan bagi siswa yang menunjukkan arah untuk mengaitkan konsep agar
menjadi proporsisi yang berarti. Dengan menyusun peta konsep, siswa dapat
menyadari bahwa tidak berarti hanya mengingat fakta-fakta, tetapi juga
memikirkan keterkaitan antar konsep. Selanjutnya diharapkan dapat mengkaitkan
konsep baru dengan konsep yang telah dipahami sebelumnya. Setelah selesai belajar, peta konsep dapat
berfungsi sebagai ringkasan skematik mengenai apa yang baru saja dipelajari.
Selain itu, peta konsep dapat dibuat lagi setelah siswa selesai belajar yaitu
untuk memeriksa kembali pemahaman mereka sendiri secara kritis.
Membelajarkan siswa menyusun
peta konsep harus dilakukan secara bertahap. Pertama kali meminta siswa menyusun peta konsep, perlu
dipilih konsep-konsep yang sudah dikenal. Cara terbaik untuk mengenalkan peta
konsep pada siswa adalah dengan menggunakan peta konsep untuk menyajikan suatu
pembelajaran yaitu dengan memodelkan proses penyusunannya. Tentu saja harus
diperhatikan, untuk tidak membingungkan siswa dengan menyusun peta yang rumit.
Peta konsep perkenalan harus difokuskan pada konsep-konsep yang jumlahnya
terbatas.
2.1.8 Hasil Belajar
Tes yang dibuat untuk menentukan penguasaan siswa
terhadap bidang akademik tertentu telah ada sejak lama, sejak pendidikan formal
itu didirikan. Tes hasil belajar juga disebut tes prestasi, tes pencapaian
hasil belajar itu baru ada abad ke 20 ini memasuki zaman moderen, sebelumnya
tes hasil belajar banyak mendapat kritikan. Usaha untuk memperbaiki tes hasil
belajar selalu tertinggal di belakang teori yang ada, sementara ujian praktek
yang sebenarnya berlangsung di sekolah jauh lebih tertinggal.
Banyak faktor yang
mempengaruhi hasil belajar, selain proses belajar juga pengalaman siswa disaat
proses belajar tersebut, (Indrawati,2000) mengatakan “Hasil belajar dipengaruhi
oleh pengalaman belajar dengan dunia fisik dan lingkungannya.” Pengalaman
belajarlah yang menjadikan siswa tahu dan mampu dalam menguasai materi
pelajaran, tanpa ada pengalaman belajar, siswa tidak akan menguasai materi
tersebut.
Jadi
pembelajaran biologi perlu penerapan pembelajaran yang dapat memenuhi kemampuan
yang utuh, yakni menekankan aktivitas siswa,
berbagai aktivitas satu kegiatan ini diharapkan dapat memenuhi tuntutan
pembelajaran berupa hasil belajar. Hasil
belajar diketahui merujuk dari alat ukur atau indikator yang ditentukan dari
standar kompetensi. Untuk mengetahui hasil belajar tersebut adanya kegiatan
penilaian dalam satu konsep atau ujian blok, yang terdiri dari beberapa
pertemuan.
Kegiatan penilaian di kelas menjadi sangat penting
karena hasil penilaian ini secara umum akan berpengaruh pada kualitas
pendidikan, dan secara khusus akan berpengaruh pada kualitas pembelajaran,
prestasi siswa, dan program sekolah. Guru dapat menggunakan hasil penilaian
untuk memperbaiki proses belajar mengajar, sehingga menjadi lebih baik dan
lebih efisien hasilnya. Hasil penilaian dapat diinformasikan kepada siswa
sehingga mereka dapat mengetahui materi-materi yang belum dikuasainya, dan
dapat mempelajarinya kembali sebagai upaya perbaikan. Sedangkan bagi sekolah,
hasil penilaian ini dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana tingkat
keberhasilan siswa dan informasi ini dapat digunakan untuk menyusun program
sekolah untuk lebih meningkatkan prestasi siswanya.
2.1.9 Sistem Peredaran Darah Manusia
2.1.9.1 Darah
Darah merupakan
cairan tubuh yang terdapat dalam jantung dan pembuluh dalm tubuh. Darah yang
terdapat dalam arteri berwarna merah muda, sedangkan darah yang terdapat dalam
vena berwarna merah tua.
a. Komponen penyusun darah
Darah tersusun atas 2
komponen penyusun yaitu :
- Komponen Padat atau Korpuskuler yang terdiri
dari : Eritrosit (sel darah merah), Leukosit (sel darah putih), dan
Trombosit (keping darah).
- Komponen cair (plasma darah yang terdiri dari
serum dan fibrinogen).
Eritrosit (Sel darah merah)
Merupakan bagian utama dari
sel darah. Jumlah pada pria dewasa sekitar 5 juta sel/cc darah dan pada wanita
sekitar 4 juta sel/cc darah. Berbentuk Bikonkaf, warna merah disebabkan oleh
Hemoglobin (Hb) fungsinya adalah untuk mengikat Oksigen. Kadar 1 Hb inilah yang
dijadikan patokan dalam menentukan penyakit Anemia. Eritrosit berusia sekitar
120 hari. Sel yang telah tua dihancurkan di Limpa. Hemoglobin dirombak
kemudian dijadikan pigmen Bilirubin (pigmen empedu). (http://www.emc.maricopa.edu)
Sel darah merah berbentuk seperti cakram (disk), dibentuk di sum–sum
tulang, tidak memiliki nukleus, dan
berfungsi untuk membawa oksigen dari paru–paru kejaringan dan karbon dioksida
dari jaringan keparu–paru. Sel darah merah diproduksi dalam sum–sum merah
tulang spongiosa, yang terdapat diujung tulang panjang dan didalam tulang
pipih. Sel darah manusia berukuran diameter 7,5 mikron, tebal 1 mikron, dan
berisi bermacam–macam substansi diantaranya Glukosa, enzim (katalase, anhidrase
karbonat) garam organik dan garam anorganik.(Tim Dosen Anfisman,2008:91).
Gambar 2.1 Sel darah merah (eritrosit)
Leukosit (Sel darah putih)
Jumlah sel pada orang dewasa
berkisar antara 6000–9000 sel/cc darah. Fungsi utama dari sel tersebut adalah
untuk Fagosit (pemakan) bibit penyakit/ benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Maka
jumlah sel tersebut bergantung dari bibit penyakit/benda asing yang masuk
tubuh. Peningkatan jumlah lekosit
merupakan petunjuk adanya infeksi penyakit misalnya radang paru-paru.
Berikut adalah indikator jumlah leukosit (sel
darah putih) dalam tubuh :
Lekopeni = Berkurangnya jumlah lekosit sampai di bawah 6000 sel/cc darah.
Lekositosis = Bertambahnya jumlah
lekosit melebihi normal (di atas 9000 sel/cc darah).
Fungsi fagosit sel darah tersebut terkadang harus
mencapai benda asing/kuman jauh di luar pembuluh darah. Kemampuan
lekosit untuk menembus dinding pembuluh darah (kapiler) untuk mencapai daerah
tertentu disebut Diapedesis. Gerakan lekosit mirip dengan amoeba yaitu Gerak
Amuboid.
Gambar 2.2
Sel darah putih (leukosit)
Jenis–jenis Leukosit :
1. Leukosit Granulosit
Adalah leukosit yang di dalam sitoplasmanya memiliki butir–butir kasar
(granula). Leukosit granulosit terdiri atas 3 jenis yaitu :
-
Eosinofil :
adalah leukosit yang mengandung granula berwarna merah (warna eosin) dan
disebut juga sebagai asidofil, berfungsi terhadap reaksi alergi (terutama
infeksi cacing).
-
Basofil :
adalah leukosit yang mengandung granula berwarna biru (basa)
-
Netrofil :
adalah leukosit yang terdiri dari dua jenis sel yaitu netrofil batang dan
segmen. Berfungsi sebagai fagosit.
2. Leukosit Agranulosit
Adalah leukosit yang tidak memiliki granula. Leukosit agranulosit terdiri dari 2 jenis yaitu :
·
Limfosit
: terdiri dari 2 jenis sel yaitu sel T
dan sel B yang saling bekerja sama untuk membangun imunitas atau kekebalan
tubuh. Dimana sel T imunitas seluler dan sel B imunitas humoral.
·
Monosit :
adalah leukosit dengan ukuran paling besar. Memiliki nukleus berbentuk seperti sepatu kuda. Monosit juga melakukan
gerak amuboid dan bersifat fagositosit.
(http://www.emc.maricopa.edu)
Trombosit ( Keping Darah )
Disebut pula sel darah pembeku. Jumlah sel pada orang dewasa sekitar
200.000 – 500.000 sel/cc. Di dalam trombosit terdapat banyak sekali faktor
pembeku (Hemostasis) antara lain adalah Faktor VIII (Anti Haemophilic Factor).
Jika seseorang secara genetis trombositnya tidak mengandung faktor tersebut,
maka orang tersebut menderita Hemofili. Trombosit sangat berperan dalam proses
pembekuan darah, karena tanpa trombosit maka darah yang keluar dari luka tidak
akan berhenti mengalir dan tidak akan mengering.
Gambar 2.3 Sel – sel darah
b. Proses Pembekuan Darah
Bila
terjadi suatu luka maka trombosit (keping darah) akan segera melakukan tugasnya
untuk menghentikan pendarahan dan membuat luka menjadi tertutup (pembekuan
darah).
Prosesnya antara lain sebagai
berikut :
1. Terjadi luka dan darah keluar dari luka yang
ada.
2. Trombosit yang mendeteksi
adanya luka akan menghasilkan enzim trombokinase.
3. Kemudian dengan
bantuan ion Calsium, enzim trombokinase membentuk Protrombin.
4. Dengan adanya Protrombin
tersebut, akan dihasilkan enzim trombin yang dibantu oleh vitamin K akan
membentuk fibrinogen (serat–serat fibrin).
5. Fibrin yang terbentuk
akan dihasilkan sesuai kebutuhan optimal sampai seluruh permukaan luka
tertutup.
Gambar 2.4 Proses pembekuan darah
c. Fungsi Darah
Darah mempunyai fungsi sebagai berikut :
1. Mengedarkan sari makanan ke seluruh tubuh yang dilakukan oleh plasma darah
2. Mengangkut sisa oksidasi dari sel tubuh untuk
dikeluarkan dari tubuh yang dilakukan oleh plasma darah, karbon dioksida
dikeluarkan melalui paru-paru, urea dikeluarkan melalui ginjal.
3. Mengedarkan hormon yang dikeluarkan oleh
kelenjar buntu (endokrin) yang dilakukan oleh plasma darah.
4. Mengangkut oksigen ke seluruh tubuh yang dilakukan
oleh sel-sel darah merah
5. Membunuh kuman yang masuk ke dalam tubuh yang
dilakukan oleh sel darah putih.
6. Menutup luka yang dilakukan oleh keping-keping
darah.
7. Menjaga kestabilan suhu tubuh.
(http://www.emc.maricopa.edu).
2.1.9.2 Alat Peredaran Darah
a. Jantung
Jantung
merupakan alat peredaran darah yang paling utama dan merupakan sumber
kehidupan. Apabila jantung seseorang berhenti berdenyut atau berdetak maka
sudah dapat dipastikan orang tersebut sudah tidak bernyawa lagi. Jantung adalah
alat tubuh yang berongga dan terletak diruang dada dan berukuran kurang lebih
sebesar kepalan tangan. Berat jantung kurang lebih 300 gram pada pria dan 250
gram pada wanita.
Jantung terdiri dari 3 lapisan yaitu :
-
Lapisan perikardium (luar)
Dimana
lapisan ini terdiri dari 2 lembar lamina (lembaran) yaitu :
Lamina panistalis yaitu lembaran yang berada di sebelah luar dan
Lamina viseralis yang menempel pada dinding jantung.
- Lapisan tengah
(otot jantung)
- Lapisan Endokardium (dalam)
Jantung terdiri dari 4 ruang yaitu :
- Atrium Sinister (Serambi Kiri)
- Atrium Dekster (Serambi Kanan)
- Ventrikel Sinister (Bilik kiri)
- Ventrikel Dekster (Bilik kanan)
Jantung memiliki 2 buah klep dibagian
dalam yaitu :
- Valvula Trikuspidalis
Merupakan klep jantung berdaun tiga yang terletak di
antara atrium
kanan
dengan ventrikel kanan.
- Valvula Bicuspidalis
Merupakan klep jantung berdaun dua yang terletak di
antara atrium
kiri
dengan ventrikel kiri.
Gambar 2.5 Struktur jantung manusia
Jantung juga memiliki syaraf yaitu :
ü Nodus SA (sinus
arteriol) disebut juga nodus keith- flack,
adalah serabut–serabut saraf yang terdapat pada dinding atrium kanan dekat
muara vena cava superior dan vena cava inferior. Serabut saraf ini merupakan
cabang dari sistem saraf tak sadar dan juga dipegaruhi oleh saraf vagus (saraf
ke-10).
ü Nodus AV (atrium
ventrikel) terdapat pada perbatasan
antara atrium (serambi) dan ventrikel (bilik).
ü Berkas His,
terdapat pada sekat antara bilik yang bercabang–cabang menjadi serabut purkinje (serabut–serabut saraf yang
mengelilingi permukaan jantung).
(http://www.emc.maricopa.edu)
b. Pembuluh Darah
Ada 3 macam
pembuluh darah yaitu :
1. Pembuluh Darah Arteri
Yaitu
pembuluh darah yang membawa darah keluar dari jantung (biasa disebut dengan
pembuluh nadi). Pembuluh arteri memiliki ciri–ciri antara lain sebagai berikut
:
- Tempat agak ke dalam
- Dinding Pembuluh tebal, kuat, dan elastis
- Aliran darah berasal dari jantung
- Katup hanya
disatu tempat dekat jantung
- Bila ada luka, darah memancar keluar
Pembuluh arteri terbagi
atas 2 jenis :
- Arteri Pulmonalis
Merupakan
arteri yang membawa darah menuju paru–paru.
- Aorta
Merupakan
pembuluh darah besar yang membawa darah menuju ke seluruh tubuh.
2. Pembuluh Darah Vena
Yaitu
pembuluh balik yang membawa darah kembali menuju jantung.
Pembuluh vena terbagi
atas 3 jenis :
- Vena Pulmonalis
Yaitu
pembuluh darah yang membawa darah dari paru – paru menuju jantung.
- Vena Cava Inferior
Yaitu
pembuluh darah yang membawa darah dari bagian bawah tubuh menuju jantung.
- Vena Cava Superior
Yaitu
pembuluh darah yang membawa darah dari bagian atas tubuh menuju jantung.
3. Pembuluh Darah Kapiler
Merupakan
pembuluh darah halus yang langsung berhubungan dengan jaringan tubuh. Pada
pembuluh darah kapiler terdapat hubungan antara pembuluh darah arteri dengan
pembuluh darah vena.
Pembuluh
darah kapiler tersusun atas satu lapis sel pipih satu lapisan. Semua jaringan
tubuh berhubungan langsung dengan kapiler darah, sehingga proses pertukaran
menjadi lebih efisien. Pertukaran material dalam pembuluh darah kapiler ke sel
terjadi melalui mekanisme difusi, dan sistem transpor aktif. Aliran darah dalam
kapiler lebih lambat sehingga memungkinkan proses pertukaran menjadi lebih
efektif.
Pembuluh darah kapiler sendiri terbagi
menjadi 2 jenis yaitu :
Pembuluh darah
kapiler yang berasal dari vena
Pembuluh darah
kapiler yang berasal dari arteri.
Gambar 2.6 Pembuluh darah
Perbedaan antara arteri dan vena
Berikut ini
adalah tabel perbedaan antara pembuluh arteri dan pembuluh vena, yaitu :
Tabel 2.2 Perbedaan Arteri dan Vena
No
|
Pembeda
|
Pembuluh
darah arteri
|
Pembuluh
darah vena
|
1
|
Dinding pembuluh
|
Lebih tebal
|
Lebih tipis
|
2
|
Lumen / salran
|
Sempit
|
luas
|
3
|
Katup
|
Tidak
ada
|
Ada disepanjang pembuluh, berfungsi untuk mencegah
terjadinya arus balik, sehingga arah aliran hanya ke satu arah
|
4
|
Aliran
darah
|
Meninggalkan
jantung
|
Menuju
jantung
|
5
|
Tekanan
darah
|
kuat
|
lemah
|
6
|
Denyutan
|
Terasa, seirama dengan denyut
jantung
|
Tidak
ada
|
2.1.9.3 Sistem Peredaran Darah
Sistem peredaran darah manusia merupakan sistem peredaran
darah ganda, dikatakan demikian karena darah melintasi jantung sebanyak dua
kali. Sistem peredaran darah manusia terbagi menjadi 3 bagian yaitu :
1. Sistem peredaran darah kecil (sistem
peredaran darah paru–paru)
Merupakan sistem peredaran yang membawa darah dari
jantung menuju ke paru-paru dan kembali lagi ke jantung. Pada peristiwa ini
terjadi difusi gas di paru-paru yang mengubah darah yang banyak mengandung CO2
dari jantung menjadi kaya akan O2 setelah keluar dari paru–paru.
Mekanisme aliran darah
adalah sebagai berikut :
Ventrikel kanan jantung --> Arteri pulmonalis
--> paru-paru --> vena pulmonalis --> atrium kiri jantung.
2. Sistem peredaran darah besar (sistem
peredaran darah sistemik)
Merupakan sistem
peredaran yang membawa darah dari jantung ke seluruh tubuh. Darah yang keluar
dari jantung banyak mengandung Oksigen.
Mekanismenya adalah
sebagai berikut :
Ventrikel kiri --> aorta --> arteri superior
dan inferior --> sel / jaringan tubuh --> vena cava inferior dan superior
--> atrium kanan jantung.
3. Sistem peredaran darah portal
Merupakan sistem peredaran yang menuju ke alat–alat
pencernaan, hati, lalu kembali ke jantung. Sebelum kembali ke jantung, pembuluh
darah portal berwarna coklat karena banyak mengadung nutrien.
Gambar 2.7 Skema Sistem Peredaran
Darah
2.1.9.4 Penyakit Pada Sistem Peredaran
Darah
Ada beberapa
penyakit pada sistem peredaran darah manusia antara lain sebagai berikut :
- Anemia
Adalah
penyakit kekurangan darah yang umum. Karena kurangnya asupan gizi atau protein
yang tidak berimbang dengan aktivitas sehari–hari. Anemia yang dikenal terbagi
2 yaitu :
-
Anemia sel sabit, merupakan penyakit menurun yang
tidak dapat diobati.
-
Anemia Perniosa, diakibatkan oleh rendahnya
eritrosit karena kekurangan vitamin B12.
- Talasemia, adalah kondisi dimana sel darah
merah abnormal, umur sel darah merah lebih pendek, dan harus disuplai
secara rutin dengan transfusi darah.
- Haemofili, adalah penyakit dimana kondisi darah
penderita sulit/ tidak bisa membeku. Kondisi ini dapat dibawa dari
keturunan.
- Varises, adalah pelebaran pembuluh vena .
- Atherosklerosis,
adalah penyumbatan pembuluh darah oleh lemak.
- Arteriosklerosis,
adalah penyumbatan pembuluh darah oleh zat kapur.
- Leukopeni, adalah kondisi dimana jumlah sel
darah putih kurang dari normal.
2.1.9.5 Golongan Darah
Golongan darah
adalah ciri khusus darah dari suatu individu karena adanya perbedaan jenis
karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel darah merah. Dengan kata
lain, golongan darah ditentukan oleh jumlah zat (kemudian disebut dengan antigen) yang terkandung di dalam sel
darah merah.
Golongan darah ditemukan oleh ahli imunologi atau ilmuwan
asal Austria yaitu : Dr. Karl Landsteiner. Golongan darah manusia
dikelompokkan atas 3 macam (dikenal dengan sistem ABO pada tahun 1900)
berdasarkan perbedaan antigen (aglutinogen) dan antibodi (aglutinin), dengan
melakukan percobaan sederhana dari para donor.
Kemudian
Alfred Von Decastello dan Adriano Sturli yang masih kolega dari
Landsteiner menemukan golongan darah AB pada tahun 1901. Mereka menemukan kedua
antigen AB ditemukan secara bersamaan pada sel darah merah, sedangkan pada
serum tidak ditemukan antibodi.
Berdasarkan penemuan mereka, maka ditetapkan 4 macam
golongan darah yaitu :
- Golongan darah A
Dalam
eritrosit mengandung aglutinogen A dan dalam plasma darah mengandung aglutinin
B.
- Golongan darah B
Dalam
eritrosit mengandung aglutinogen B dan dalam plasma darah mengandung aglutinin
A.
Gambar 2.8
Golongan Darah
(http://www.wikimu.com/Images/wikimulinklogo.gif)
- Golongan darah AB
Dalam
eritrosit mengandung aglutinogen A dan B, namun dalam plasma darah tidak
mengandung aglutinin.
- Golongan darah O
Dalam
eritrosit tidak mengandung aglutinogen, tetapi dalam plasma darah mengandung
aglutinin A dan B.
(http://www.wikimu.com/golongan_darah_manusia)
2.1.9.6 Transfusi Darah
Transfusi darah
merupakan proses menyalurkan darah atau produk berbasis darah dari satu orang
ke orang lain. Proses transfusi darah berhubungan dengan kondisi medis seperti
kehilangan darah dalam jumlah besar, disebabkan oleh trauma, operasi, syok,
ataupun kejadian dalam kondisi tertentu.
Singkatnya berdasarkan panduan dari apa yang telah
dilakukan oleh Karl Landsteiner pada tahun 1907 sejarah mencatat kesuksesan
transfusi darah pertama yang dilakukan oleh Dr. Reuben Ottenberg di Mt. Sinai
Hospital, New York.
Berkat keahlian Landsteiner pula banyak nyawa dapat
diselamatkan dari kematian saat terjadi Perang Dunia I, dimana transfusi darah
dalam skala lebih besar mulai dilakukan.Kemudian Karl Landsteiner memperoleh
penghargaan nobel dalam bidang Fisiologi dan Kedokteran pada tahun 1930 untuk
jasanya menemukan cara penggolongan darah ABO.
Dalam transfusi darah, kecocokan antara donor
(penyumbang) dan resipien (penerima) adalah sangat penting. Donor dan resipien
harus sesuai golonganya berdasarkan sistem ABO dan Rhesus faktor. Transfusi
darah dari golongan yang tidak kompatibel dapat menyebabkan reaksi transfusi
imunologis yang dapat mengakibatkan anemia, haemolisis, gagal ginjal, syok dan
kematian.
Pemilik Rhesus Negatif (-) tidak boleh ditransfusi dengan
darah rhesus positif (+), jika dua jenis golongan darah ini saling bertemu
dipastikan akan terjadi perang. Sistem pertahanan tubuh resipien (penerima donor)
akan menganggap rhesus dari donor itu sebagai benda asing yang perlu dilawan.
Di dunia, pemilik darah rhesus negatif termasuk minoritas.
Berikut adalah tabel
kecocokan golongan darah berdasarkan rhesus :
Tabel 2.3 Kecocokan Golongan Darah
Gol Darah Resipien
|
Donor harus
|
AB+
|
Golongan darah mana pun
|
AB-
|
O-
|
A-
|
B-
|
AB-
|
A+
|
O-
|
O+
|
A-
|
A+
|
A-
|
O-
|
A+
|
|
|
B+
|
O-
|
O+
|
B-
|
B+
|
B-
|
O-
|
B-
|
|
|
O+
|
O-
|
O+
|
|
|
O-
|
O-
|
|
|
|
2.1.9.7 Tekanan Darah dan Denyut Jantung
Terdapat 2 macam tekanan darah manusia yaitu :
- Sistole
Adalah peristiwa menguncupnya
bilik dan darah keluar dari jantung (jantung berkontraksi). Pada orang normal
tekanan darahnya berkisar 120 mm Hg
- Diastole
Adalah peristiwa mengembangnya
bilik jantung dan darah masuk ke jantung (jantung berelaksasi). Pada orang
normal tekanannya 80 mm Hg.
Alat pengukur tekanan darah disebut
Sphigmomanometer.
Gambar 2.9 Sphigmomanometer
(http://www.wikimu.com/Images/wikimulinklogo.gif)
Sedangkan
alat untuk mengukur denyut jantung adalah Sthetoschope
yang umum digunakan di dunia kedokteran.
2.1.10 Kerangka Konseptual
Konsep atau pengertian
merupakan definisi dan kelompok fakta. Gejala-gejala yang diulas guna
menghindari penafsiran-penafsiran yang berbeda-beda terhadap masalah dalam
penelitian ini,maka dibuatlah kerangka
konseptual.
Adapun kerangka konseptual
tersebut adalah sebagai berikut :
a. Perbedaan adalah upaya komparasi atau
melihat mana yang lebih baik antara penggunaan satu media dengan media lain
dalam mengajarkan satu materi pokok ditinjau dari segi pencapaian tujuan
pembelajaran.
b. Hasil belajar adalah kemampuan yang dicapai siswa setelah proses
belajar mengajar.
c. Media peta konsep dan media audio-visual adalah
cara belajar dengan menggunakan alat penghubung .
d. Sub materi pokok sistem peredaran darah
manusia merupakan satu bagian dari materi pokok yang diajarkan kepada siswa SMA
kelas XI semester II Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan KTSP.
2.1.11
Hipotesis
2.3.1. Hipotesis Penelitian
2.3.1.1.
Ho: Tidak ada perbedaan hasil belajar siswa biologi yang diajarkan menggunakan
media peta konsep dengan media audio-visual pada sub materi pokok sistem peredaran
darah manusia di kelas XI SMA Negeri 2 Medan T.P. 2008/2009.
2.3.1.2.
Ha: Ada perbedaan hasil belajar siswa biologi yang diajarkan menggunakan media
peta konsep dengan media audio-visual pada sub materi pokok sistem peredaran
darah manusia di kelas XI SMA Negeri 2 Medan T.P. 2008/2009.
2.3.2. Hipotesis
Statistik
2.4.2.1. Ho: `x1
=`x2
2.4.2.2. Ha: `x1
≠ `x2
`x1 = Rata-rata hasil belajar siswa yang diajar
menggunakan media peta
konsep.
x2 = Rata-rata hasil belajar siswa yang diajar
menggunakan media audio-
visual.
BAB III
METODE
PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.1.1.Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah SMA N
2 Medan Tahun Pembelajaran 2009/2010.
3.1.2.Waktu Penelitian
Waktu yang digunakan dalam
melaksanakan penelitian ini adalah pada bulan April – Oktober 2009.
3.2. Populasi dan Sampel Penelitian
3.2.1. Populasi
Populasi adalah jumlah
keseluruhan sumber data dari objek kegiatan penelitian. Populasi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMA N 2 Medan, yang
terdiri dari delapan kelas dengan rincian kelas XI IPA-1 sebanyak 48 orang, kelas XI IPA-2 sebanyak 48 orang, kelas XI IPA-3 sebanyak 47 orang, kelas XI IPA-4 sebanyak 49 orang, kelas XI IPA-5 sebanyak 49 orang, kelas XI IPA-6 sebanyak 45 orang, kelas XI IPA-7 sebanyak 40 orang dan kelas XI IPA-8 sebanyak 40
orang. Maka jumlah populasi
keseluruhannya adalah 366 orang siswa.
3.2.2. Sampel
Dalam penelitian ini
pengambilan sampel dilakukan secara purporsif sampling, yaitu dengan cara
melihat kelas yang seragam tingkat kepintaranya berdasarkan keterangan guru
biologi yang mengajar dikelas tersebut diantara delapan kelas yang ada. Sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua kelas dari delapan kelas yaitu
kelas XI IPA-7 yang berjumlah 49 orang dan XI IPA-8 yang berjumlah 49 orang.
3.3. Variabel Penelitian
3.3.1.Variabel Bebas
Yang menjadi variabel
bebas dalam penelitian ini adalah
pengajaran dengan media peta konsep dan
media audio-visual.
3.3.2. Variabel Terikat
Yang menjadi variabel terikat
dalam penelitian adalah hasil belajar yang
diperoleh siswa.
3.4. Rancangan Penelitian.
Adapun
rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperti yang
tampak pada table berikut ini.:
Tabel.3.1.
Rancangan Penelitian
Kelas
|
Tes
awal
|
Perlakuan
|
Tes Akhir
|
XI IPA-7 (Peta Konsep)
XI IPA-8 (Audio-Visual)
|
Y 1
Y 1
|
T 1
T 2
|
Y 2
Y 2
|
Keterangan :
Y 1 = Tes kemampuan awal (pre tes)
Y 2 = Tes
setelah adanya perlakuan (pos tes)
T 1 = Pengajaran dengan penerapan media peta konsep
T 2 =
Pengajaran dengan penerapan media audio-visual
3.5. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Komputer ( laptop )
2. Kase t
CD berisi Materi Pembelajaran.
3. Liquid Crystal Display ( LCD )
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Buku pegangan penuntun Biologi penerbit Grafindo Media Pratama 2006.
3.6. Langkah- Langkah Penelitian
Langkah
- langkah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Tahap Persiapan.
1.1. Penyusunan jadwal penelitian
1.2. Membuat Rancangan Progam Pengajaran.
1.3.
Menyusun soal sebagai alat pengumpul data.
2. Tahap Pelaksanaan.
2.1. Menentukan kelas-kelas sampel dari populasi
yang ada.
2.2.
Melaksanakan proses belajar mengajar.
2.3. Memberikan tes akhir.
3.7. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Prosedur
penelitian ini pelaksanaannya dilakukan tiga tahapan, yaitu:
1.
Tahap Pertama : Memberikan tes kemampuan Awal (pre tes) dengan
bentuk
tes objektif tes.
2.
Memberikan pengajaran dengan menggunakan media peta konsep pada
kelas
XI IPA-7 dan pada kelas XI IPA-8 dengan menerapkan
penggunaan media audio-visual.
3. Memberikan tes akhir dalam bentuk objektif
tes pada siswa yang telah
melaksanakan pembelajaran baik dengan penerapan peta konsep
maupun dengan penerapan media audio-visual.
3.8.
Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpul
data yang digunakan dalam penelitian adalah tes obyektif yang berjumlah 40 soal dalam bentuk pilihan berganda dengan
jumlah pilihan lima butir. Dengan ketentuan jika benar mendapat nilai 1, dan
jika salah diberi nilai 0. Sebelum instrumen digunakan ke kelas eksperimen,
peneliti terlebih dahulu menguji tes tersebut ke sekolah lain, guna mengetahui
validitas tes, reliabilitas, tingkat kesukaran soal dan daya pembeda soal.
3.7.1. Validitas Tes
Validitas tes adalah sebuah tes yang mempunyai
hubungan besar terhadap skor total. Untuk mengetahui validitas suatu tes, validitas tes
yang dilakukan adalah validitas isi (content
validity). Sebuah tes dikatakan mempunyai validitas isi apabila mengukur
tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi sehingga digunakan rumus
Korelasi Product Moment sebagai berikut :
rxy = ( Arikunto, 2006
)
Keterangan:
rxy
= Koefisien validitas tes
X = Skor butir soal
Y = Skor total butir soal
N = Jumlah seluruh siswa yang mengikuti tes
(sampel)
untuk menafsir keberartian harga validitas tiap soal maka harga tersebut
dikonsultasikan ke tabel harga kritik r produk moment dengan kriteria rhitung
> rtabel untuk taraf nyata α= 0,05 maka korelasi tersebut
dikatakan valid.
3.7.2. Reabilitas tes
Untuk mengetahui reabilitas tes
dalam penelitian ini, digunakan rumus sebagai berikut:
R11 = (Arikunto,2006
)
Keterangan
:
r11 = Reliabilitas tes secara keseluruhan
p =
Proporsi subjek yang menjawab soal dengan benar
q =
Proporsi subjek yang menjawab soal dengan salah
(q=1-p)
∑pq =
Jumlah hasil perkalian antara p dan q
n =
Banyaknya soal
S =
Standar deviasi dari tes
Kemudian
untuk menginterpretasikan kriteria reliabilitas suatu tes sebagai berikut :
r11
= 0,81 – 1,00 berarti reliabilitas tes sangat tinggi
r11
= 0,61 – 0,80 berarti relliabilitas tes tinggi
r11
= 0,41 – 0,60 berarti reliabilitas tes sedang
r11
= 0,21 – 0,40 berarti relibialitas tes rendah
r11
= 0,0 – 0,20 berarti reliabilitas tes sangat rendah
3.7.3. Tingkat Kesukaran
Rumus
yang digunakan untuk menentukan tingkat kesukaran test adalah :
P
= (Arikunto, 2006
)
Keterangan :
P = Indeks
kesukaran
B =
Banyak siswa yang menjawab dengan benar.
JS = Jumlah seluruh peserta tes
Untuk menafsirkan harga tarif kesukaran, maka harga tersebut
dikonsultasikan dengan tabel harga (α = 0,05). Untuk mengartikan angka taraf
kesukaran item digunakan kriteria (Arikunto, 2003), yaitu :
P
= 0,00 – 0,30 dikategorikan soal sukar
P
= 0,31 – 0,70 dikategorikan soal sedang
P = 0,71 – 1,00 dikategorikan soal mudah
3.7.4. Daya Beda
Untuk menentukan
daya beda item soal, digunakan rumus sebagai berikut:
D = (Arikunto,2006)
Keterangan :
D = Daya beda
JA = Banyaknya peserta kelompok atas
JB = Banyaknya peserta kelompok bawah
BA =
Banyaknya peserta kelompok atas
menjawab benar
BB =
Banyaknya peserta kelompok bawah
menjawab benar
Dengan kriteria:
D = 0,00-0,20 :
kurang
D = 0,21-0,40 :
cukup
D = 0,41-0,70 :
baik
D = 0,71-1,00 : sangat baik
3.9. Analisis dan Pengelolahan Data
Pengujian
Persyaratan Analisis Data
Adapun persyaratan analisis data yang digunakan
adalah uji normalitas dan uji homogenitas. Untuk uji normalitas menggunakan uji
Liliefors, sedangkan untuk uji homogenitas menggunakan uji Bartlett.
1. Uji
normalitas
Untuk mengetahui normal atau
tidaknya data penelitian tiap variabel penelitiaan digunakan uji Liliefors. Langkah-langkah
uji Liliefors sebagai berikut :
a.
Pengamatan
X1,X2,X3………………Xn disajikan angka Z1,Z2,Z3……..Zn
dengan rumus :
Zi =
( X dan S masing-masing
merupakan rata-rata dan simpangan baku dari sampel).
b.
untuk
tiap bilangan ini menggunakan daftar distribusi normal baku kemudian dihitung
peluang F(Zi) = P(Z<Z1)
c.
Selanjutnya
dihitung proporsi Z1,Z2………Zn yang lebih kecil atau sama
dengan Zi, jika proporsi ini dinyatakan dengan S (Zi) maka :
S ( Z
i ) =
d.
Menghitung selisih F (Zi) – S (Zi) kemudian menentukan
harga mutlaknya yang dinyatakan dengan Lo.
e.
Mengambil
harga yang paling besar diantara harga mutlak selisih tersebut. Harga terbesar
disebut Lo. Untuk menerima atau menolak hipotesis nol, kita bandingkan Lo ini dengan
nilai kritis L yang diambil dari daftar nilai kritis L untuk uji Liliefors. Kriteria
penelitian adalah :
1. Jika Lo < Ltabel maka data
distribusi normal
2. Jika Lo > Ltabel maka data
tidak distribusi normal
2. Uji homogenitas
Uji
homogenitas ini digunakan untuk menguji apakah kedua data tersebut homogen
yaitu dengan membandingkan kedua variansnya. Pengujian homogenitas dapat
dilakukan apabila kedua datanya telah terbukti berdistribusi normal dengan cara
uji kesamaan dua varians (Usman, 2006). Dalam hal ini pengujian dapat dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut :
(1) Cari
Fhitung dengan menggunakan rumus :
(2) Tetapkan
taraf signifikansi (α)
(3) Hitung
Ftabel dengan rumus :
Ftabel
= F1/2α (dk varians terbesar -1, dk varians terkecil -1 )
(4) Tentukan
kriteria pengujian Ho yaitu :
Jika
Fhitung ≤ Ftabel, maka Ho diterima (homogen)
(5) Bandingkan Fhitung ≤ Ftabel
(6) Buatlah kesimpulannya
4. Uji
hipotesis
Untuk menganalisis data dalam menguji hipotesis dari eksperimen yang
menggunakan kelas eksperimen dan kelas kontrol digunakan rumus sebagai berikut
:
dimana
:
(Usman, 2006)
ttabel
dengan pengujian satu pihak yaitu pihak kanan dimana :
dk
= n1 + n2 – 2
dengan
kriteria pengujian yaitu :
thitung
> ttabel, maka H0 ditolak
Tabel 3.2 KISI – KISI SOAL TEST
No
|
Indikator
|
Ranah Kognitif
|
Jumlah
|
C1
|
C2
|
C3
|
C4
|
C5
|
C6
|
1.
|
Menjelaskan
hubungan antara berbagai komponen darah dan fungsinya
|
22,31,
|
25,27, 6, 30,
|
16,21
|
5,9
|
26,34
|
24,
|
13 soal
|
2.
|
Membuat skema
proses pembekuan darah
|
|
|
12,13
|
3
|
|
23
|
4 soal
|
3.
|
Menjelaskan hubungan bagian-bagian jantung dan fungsinya
|
|
1,7
|
15
|
8, 19,
|
|
|
5 soal
|
4.
|
Menjelaskan hubungan struktur pembuluh darah dan fungsinya
|
18,
|
35,
|
20,
|
|
|
|
3 soal
|
5.
|
Menggambarkan lintasan peredaran darah pada manusia
|
|
14,10,17
|
|
|
|
|
3 soal
|
6.
|
Mendiskripsikan gangguan/penyakit yang terjadi pada sistem peredaran
darah manusia
|
2,4,32,33
|
11, 28,29,
|
|
|
|
|
7 soal
|
7.
|
Membandingkan sistem sirkulasi pada hewan-hewan vertebrata
|
|
40,
|
37,38,39,
|
|
36,
|
|
5 soal
|
JUMLAH
|
40 soal
|
KET :
C1 = Pengetahuan C3
= Penerapan C5 =
Sintesis
C2 = Pemahaman C4
= Analisis C6 =
Evaluasi
Download Modul Latihan Peserta Olimpiade Biologi dan Modul Tambahan Lainnya